Ada suatu ketika tatkala malam merebakkan sepi
melewati nyala puntung puntung rokok dan kilat pekat buih bir barli
aku tiba tiba terasa ingin menuliskan sebuah sajak mulus
perihal cintanya itu yang selalu manis bersama sama rinduku ini yang takpernah habis
Namun, kesepian, bila tak menjemput ingatan ingatan yang buruk dari masa lampau yang lapuk - adalah pesuruh kebenaran yang tabah menghindar mimpi dan pura pura dalam puisi
Demikianlah ia dengan lembutnya mengingatkan aku;
"Mimpi lagi? Lupakah kau cintanya telah padam dan kini tinggal kabur kepulan asap? Bahkan rindumu itu pun taklebih sekadar pahit yang sering kauteguk dari botol botol kaca gelap?"
Mendengarkan itu pen pun longlai di jari, aku takmampu menipu sepiku sendiri
kuakui kebenaran memang tak selalu mulus, tapi ya, puisi yang pura pura jauh lebih menyuramkan
Tapi oleh kerana pengkhianatannya terlalu sakit untuk disajakkan dan duka dukaku pula terlalu perit untuk dikarang
maka akhirnya, di lewat malam yang sepi itu akupun memutuskan untuk tidak lagi mahu menuliskan apa apa
Dan di atas helaian kertas, yang tertinggal hanyalah serangkap basah air mata.