25.11.13

Percakapan Pagi di Klyde Warren Park (vii)

: Lelaki Pemuja Kesedihan

Aku membayangkan Klyde Warren Park; para pengungsi yang tak berumah, pembentak keluarga pemilik minyak dan sepasang kekasih di bangku taman itu. Di sebuah musim yang tak kau tau apa namanya; salji pagi dilelehkan terik petang dan hujan malam akan membasuh jalan sebelum terang. Di lapangan rumput di suatu sudut taman itu kita akan duduk bercerita; tentang mimpi yang tak habis, tentang puisi yang pernah kutulis dan betapa mahalnya sepinggan nasi semahal Ashton yang pernah kau miliki. Sehingga senja yang jingga menjelma abu; seorang busker yang lirih suaranya dalam sengguk dan sendu, akan mendendangkan lagu penamat sambil bulan perlahan menginjak barat. Kita akan terlelap berselimutkan asap dari puntung rokok yang tak padam, beralas embun yang dingin dan diam, lalu tuhan pun terpermangu -- pagi tak lagi datang.

0 komen

10.11.13

Percakapan Pagi (vi)

Ketika 'tidur' adalah suatu kata kosong kerap kau ungkap - mata mengiyakan tanpa bicara
Kini adalah suatu bunyi asing - ia bikin kepalamu pusing

Ada denting buluh yang terdengar menjauh - seperti gundah - di malam sewaktu angin lewat
Barangkali ada pesan pengukir pada anak anaknya yang tak ingin ditafsir

Seperti suatu malam di hujung kalendar - pungguk gemetar
Bulan semacam enggan - tak lagi keluar
Lalu langit adalah kelam matanya - yang sunyi

Terdengar suara ambulan lirih di pagi embun tak habis menitis
Kecemasan biasa isi kota yang harus bangkit sekalipun sakit
Kerana di kota ini nasib tak menunggumu - mengaislah di kabut pagi yang serupa kabut maut itu

Ya, benar katamu itu; pagi dan matahari adalah sahabat tanpa syarat
Tapi hari ini kau lihat; matahari telah menolak janji dan membuat pagi menangis gerimis..

0 komen