Diketis ketis puntung surya dipikir pikir masuk kedalam tin habuk namun rupanya tidak malahan terbang pula ditiup angin malam lalu merebak kebawah katil; di situ sisa sisa kerumitan dan hapak takharum cengkih (bukan kanker tapi kesunyian) berkelahi memilih siapa lebih sengsara; gadis di atas katil itu atau mereka. Tapi radio di atas meja kayu di sudut kepala katil itu keras menempelak dengan lagu lagu sehabis sayu (konon ia paling derita), dengan butir butir frasa separa dangkal bernada cengeng mendodoi dongeng bahwa cinta tanpa waras itulah puja hidup yang terutama (padahal sekadar populis terbawah remeh). Gadis itu tiba tiba menangis, airmatanya jadi habuk. Semua terdiam (melulu malu dan jatuh kesal). Terus kangker di dalam hati meletus tawanya, kepada sunyi ia berkata; "mampus kau!"
No comments:
Post a Comment